Karya ini tidak hendak mengabadikan gambaran yang hanya berbanding lurus dengan ‘ketidakberdayaan’ (tubuh) manusia. Lebih jauh, Ikhwal ‘kefanaan tubuh’ yang tersirat pula dalam keutamaan visual ini dihasratkan mampu menggugah kesadaran atas makna: ‘Live the life!”. Cara memandang realitas yang berpijak pada pemahaman bahwa diri kita tidak akan mampu mengelak dan menanggung apa yang tidak mungkin kita rubah, bahkan justru harus mencintainya, tentu tak hanya memantulkan sikap menerima atas apa yang terberi, melainkan juga bagaimana menyikapi ambiguitas dan absurditas kehidupan. Mencintai kehidupan, sekaligus kematian sebagai keniscayaan, sebagaimana seruan Nietzsche tentang ‘amorfati’, merupakan bingkai pemikiran yang mendasari karya bersifat serial ini.